Kamis, 05 Januari 2012

MISKIN ITU HARUS BELAJAR


MISKIN ITU HARUS BELAJAR

Berbicara tentang kemiskinan, semua orang pasti akan miris dan sedih. Kenapa masih ada di dunia ini orang miskin. Namun tidak dipungkiri tingkat kemiskinan di Indonesia sendiri mengalami pasang surut. Dari data yang saya lihat jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%). Saya menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang ingin hidup serba kekurangan. Namun ini sudah menjadi pilhan mereka yang kurang beruntung.
Masyarakat miskin mungkin hanya memiliki harapan kecil, namun mereka tetap optimis dalam menjalani hidup. Mereka yang segala kebutuhannya terdesak dan sempit membuat harapan kecil itu semakin kosong atau bahkan menghilang. Lantas, apakah dunia ini berisi orang orang yang seperti itu. Tentu saja TIDAK!. Tuhan Maha Adil, Dialah yang menyeimbangkan kehidupan alam ini. Diisi oleh warna warni kehidupan, Tuhan menghadirkan orang miskin dan orang yang berkecukupan. 2 hal yang berbeda namun berdekatan, disinilah letak keseimbangannya. Saling berdekatan menunjukkan bahwa tidak adanya jurang pemisah di antara kita. Saling membantu dan menolong serta belajar dari orang lain. Dengan begitu hidup akan terus berlanjut untuk belajar hal lainyang belum pernah dipelajari sebelumnya dan melihat kebaikkan di dunia ini.
Kemiskinan lazimnya diartikan sebagai kekurangan, baik kekurangan sandang, pangan, dan juga papan. Kehidupan mereka serba kekurangan. Dalam pemenuhan makan sehari mereka sangat terbatas. Tidak seperti kita yang biasannya makan enak, makanan sudah ada dan disiapkan di meja kita tinggal makan saja. Tapi lain dengan mereka yang harus bekerja dulu demi seliter beras atau lauk yang sedikit untuk dimakan bersama keluarga. Namun yang tidak kita miliki dengan mereka adalah kebersamaan, masyarakat miskin umumnya selalu makan bersama sehabis bekerja seharian mencari upah hidup. Sedangkan kita biasanya makan bersama dengan teman, dengan keluarga pun jarang.  Orang tua yang sibuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhan hidup kita yang banyak, berangkat di pagi hari dan pulang di malam hari. Jarang sekali waktu yang terkumpul untuk bersama. Itu sebabnya banyak anak yang terjerumus kehidupan di luar. Seharusnya kita semua mensyukuri segala karunia yang Tuhan berikan, baik yang sesuai atu tidak sesuai dengan kemauan kita.
Banyak sekali kemiskinan di dunia ini, baik kemiskinan secara ekonomi atau miskin kasih sayang. Apalagi kehidupan di ibukota yang syarat dengan kehidupan keras. Namun banyak orang mengasumsikan miskin adalah kekurangan dalam segi ekonomi. Sebaikknya jangan memandangkemiskinan sebagai takdir dari Tuhan, karena Tuhan tidak akan memberikan umatnya kehidupan yang menyedihkan. Namun dibalik kesedihan itu, kita dituntun untuk mengubahnya menjadi sebuah kebanggaan. Contohnya saja banyak, banyak masyarakat miskin yang berprestasi. Anak anak yang kurang mampu mampu bersaing dengan yang lain yang lebih beruntung daripadanya. Kita lihat saja hal baik, jangan kita lihat hal yang buruk yang nanti akan membuat kita hanya pasrah dalam hidup. Tuhan menginginkan kita untuk berusaha semaksimal yang kita bisa, agar kita kuat dan menjadi inspirasi yang lain. Karena hidup itu untuk belajar. Sama halnya dengan miskin, miskin itu untuk belajar. Belajar mengubah segala kekurangan menjadi kekuatan sentral. 


sumber : google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar